Doa di Serambi Pondok 

Di serambi pondok, saat malam jatuh perlahan,
aku mengeja kitab dengan hati yang masih berantakan.
Di sela dzikir dan ayat yang terus kupelajari,
namamu, Ibu, hadir sebagai rindu yang tak henti.

Aku santri dengan langkah yang belum pasti,
hafalan tertatih, amal pun sering sunyi.
Belum ada prestasi yang bisa kau banggakan,
belum ada senyum lega yang mampu kuberikan.

Ibu,
aku belajar sabar dari panjangnya antre wudu,
tapi sabarmu jauh lebih luas dari yang kutahu.
Hidupmu penuh hikmah dan cinta yang tak lelah,
doamu menutup kekuranganku yang masih lemah.

Di Hari Ibu ini, aku bersujud penuh keluh,
menyebut namamu dalam doa yang lirih dan jujur.
Maafkan anakmu yang belum jadi apa-apa,
yang belum mampu membahagiakan dan membuatmu bangga.

Namun percayalah, Ibu,
di antara air mata dan ayat yang kuhafal pelan-pelan,
kuhafal Al-Qur’an bukan untuk dipuji manusia,
melainkan untuk mempersembahkan mahkota untukmu kelak di surga.

Di setiap rakaat aku berjanji pada Tuhan,
akan terus belajar menjadi manusia yang amanah,
agar suatu hari kau tersenyum tanpa air mata,
saat namaku disebut sebagai sebab kemuliaanmu.

Jika hari ini aku masih membawa kecewa,
biarlah doa-doamu yang menuntunku ke cahaya.
Santrimu ini mungkin belum memberi apa-apa,
tapi cintamu selalu cukup untuk menguatkan segalanya.